Minggu, 03 Februari 2013

Pada akhir tahun 2004, gelombang tsunami meluluhlantahkan bumi Aceh. Hampir tak ada yang tersisa. Ratusan ribu jiwa menjadi korban. Sebuah bencana terdahsyat selama republik ini berdiri. Kehidupan yang tentram dalam damai langung menghilang dalam sekejap mata.

Diorama Masjid Baiturrahman saat diterjang Tsunami di Museum Tsunami Aceh
Melihat tragedi bencana tersebut, saya justru merasa terpanggil untuk suatu saat sampai ke sana.
Bukan untuk sekedar berkunjung, tapi lebih kepada merasakan kehidupan religius di Aceh paska tsunami. Meski bayangan bencana mengerikan tak mungkin hilang dari ingatan, Aceh sudah banyak berbenah dalam kedamaian.
Boleh dibilang, sudah sejak lama saya memimpikan untuk menginjakkan kaki di Bumi Serambi Mekah. Keinginan tersebut semakin kuat kala teringat sebuah keajaiban Tuhan dengan masih tegap berdirinya masjid kebanggaan masyarakat Aceh, Baiturrahman, meski diterjang gelombang besar yang masuk hingga ke pusat kota pada delapan tahun silam.


Masjid Baiturrahman dalam pantulan cahaya saat waktu Subuh
Baiturrahman hanya satu dari banyak masjid yang dibiarkan Tuhan berdiri kokoh menghadapi terjangan gelombang besar. Ia adalah saksi bagaimana manusia tak kuasa menahan amukan alam. Hanya Tuhan-lah yang mampu menyelamatkan seorang insan. Dan Tuhan menjadikan Baiturrahman sebagai salah satu tempat penting untuk menyelamatkan banyak jiwa.
Seperti mencerminkan arti namanya, Baiturrahman, yang berarti rumah dari Yang Maha Pengasih.

Beberapa bulan lalu, saya bersyukur disampaikan Allah di Baiturrahman. Kemegahan Baiturrahman masih abadi terukir dalam setiap jengkal bangunannya. Mulai dari 5 kubah hitam besar sampai ke arsitektur dalam masjid yang merupakan perpaduan budaya Aceh dan Islam. Arsitektur pada bagian interior masjid cukup unik dengan pilar-pilar putih dan kaligrafi Qur’an berwarna emas. Tempat imam berdiri pun dibuat semirip mungkin seperti menghadap pintu Ka’bah.

Kemegahan Masjid Baiturrahman
Masjid yang mulai dibangun pada tahun 1879 merupakan bangunan terpenting di Tanah Rencong dan sepertinya akan terus begitu sampai kapan pun. Lokasinya yang tepat berada di tengah kota Banda Aceh membuat Baiturrahman mudah diakses dari segala penjuru kota. Baiturrahman tidak hanya dijadikan tempat ibadah, tapi juga tempat wisata budaya dan sejarah. Tidak jarang, turis domestik bahkan mancanegara walaupun bukan beragama Islam masuk ke dalam masjid.

Interior Masjid Baiturrahman
Sudah banyak dilakukan pemugaran sejak kejadian tsunami 8 tahun lalu. Berkat bantuan kerajaan Arab Saudi, Baiturrahman kembali menjadi rumah ibadah yang sempurna untuk masyarakat Aceh. Masjid ini selalu dipadati jamaah ketika jam shalat tiba. Menjelang matahari terbenam, banyak masyarakat juga berkumpul di halaman sekitar masjid untuk bercengkerama, bermain, atau sekedar bersantai.

Prasasti bantuan Kerajaan Arab Saudi
Waktu waktu menjelang atau selepas shalat pasti dimanfaatkan beberapa jemaah untuk memperkaya ilmu agamanya. Baik dengan mengaji atau berdiskusi.
Bersantai-santai di pelataran masjid juga mengasyikkan. Apalagi bersama keluarga, kerabat, atau teman. Kolam kecil di depan masjid biasa dijadikan tempat bermain bagi anak-anak dan kaum muda untuk sekedar nongkrong dan bersenda gurau. Memang tidak bisa memancing, tapi kebersamaan tentu memberikan keceriaan tersendiri.
Suasana di dalam mengingatkan saya dengan Masjid Nabawi di Madinah. Kehangatan langsung terasa di dalam Masjid Baiturrahman. Kehangatan yang menambah kekhusyukan beribadah. Seperti benar-benar merasakan interaksi tak bertirai antara hamba dan penciptanya.

Nikmatnya beribadah
Jika perut sudah mulai tak bisa diajak kompromi, banyak jajanan yang ada di sekitar masjid. Hampir semua jajanan khas Aceh tersedia di warung atau pertokoan di sisi masjid. Roti cane atau mie goreng? Atau sekedar minum kopi Aceh yang sudah mahsyur itu bisa dijajaki dengan berjalan kaki sebentar.

Pasar Atjeh yang bersejarah
Apalagi Pasar Atjeh terletak persis di samping kanan masjid. Kalau yang namanya pasar, aneka makanan atau kebutuhan yang dijual pasti lengkap. Hanya saja, pasar Atjeh buka dari pagi hingga sore hari.

Mendatangi Baiturrahman saat shalat Subuh memberikan kesan tersendiri. Jamaah yang tidak terlalu ramai namun masih tetap lebih ramai dari masjid-masjid kebanyakan. Mendengarkan sejenak kuliah Subuh yang rutin diadakan hampir setiap hari. Lalu memanjakan rasa kantuk sebentar dengan berbaring di karpet tebal yang cukup empuk.
Bagi penggemar fotografi, Baiturrahman tampak cantik jika dipotret dari halaman depan. Menangkap keindahan arsitektural masjid dengan pantulan sempurna cahaya pada kolam di halaman depan. Karena pengunjung yang jauh lebih sepi, memotret bisa jadi jauh lebih leluasa untuk mengeksplorasi sudut-sudut pengambilan gambar yang lain.

Baiturrahman untuk saya bukanlah sekedar tujuan pelancongan. Saya belajar banyak hal dari kunjungan pertama saya ke sana kali itu. Tentang bagaimana kuasa penuh Tuhan atas manusia yang diciptakan-Nya. Bagaimana mudahnya Tuhan menentukan mana bangunan yang pantas hancur diterjang gelombang besar dan mana yang tidak. Atau bagaimana sebuah tempat mampu menambah khusyuk sebuah ibadah.
Baiturrahman dan Banda Aceh memberi kesan menawan bagi setiap orang yang menyempatkan diri berkunjung. Mengundang mereka untuk tidak bosan datang kembali. Merasakan kehangatan rumah dari Yang Maha Pengasih.

Salah satu sudut Baiturrahman
Foto-Foto Tambahan

Kubah dilihat dari bawah

Suasana Pasar Atjeh kala sore


Sumber : http://islamnyaelectric.wordpress.com

0 komentar:

Posting Komentar

animasi bergerak naruto dan onepiece
My Widget